BMKG Raih EU Star Awards, Pertama Untuk Indonesia

BMKG Raih EU Star Awards, Pertama Untuk Indonesia

European Union (EU) Star Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh Uni Eropa pada peneliti terbaik dalam kegiatan The Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO) Science and Technology Conference (SnT). Kegiatan ini diikuti oleh para peneliti geosains seluruh dunia. Pada tahun 2021 BMKG dan Indonesia untuk pertama kali memperoleh EU Star Award dengan beranggotakan Pengamat Meteorologi dan Geofisika dari UPT Bali yang mengangkat judul Nyepi Day Impact on Weather Parameters Measurement at Synoptic Observation Stations in Bali. Karena kondisi pandemi COVID-19, sehingga sebagian besar kegiatan dilaksanakan secara daring.

Tema ini diangkat karena Nyepi merupakan tradisi unik yang dikenal dunia dan kemudian menjadi perintis kampanye earth hour yang memiliki keunikan tersendiri. Saat nyepi semua aktivitas kegiatan manusia dihentikan sementara waktu. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh BMKG untuk pemantauan cuaca yang dilakukan oleh 4 stasiun pengamatan sinoptik di Bali yang tetap bekerja saat Nyepi. Selain penelitian ini, terdapat satu penelitian lagi yang membahas tentang Nyepi dari sudut pandang seismologi yang diajukan dalam kegiatan tersebut namun hanya satu yang berhasil lolos untuk dipresentasikan.

Sebagai informasi, dari 700 riset yang mengikuti konferensi, terdapat 17 penelitian dari Indonesia dan 13 diantaranya merupakan riset dari BMKG, dan untuk pertama kalinya, salah satu berhasil meraih penghargaan EU Star Award yang tentu saja membanggakan bagi BMKG.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Bapak Vincent Piket, menyerahkan penghargaan European Union (EU) Star Award kepada empat peneliti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama Deputi Geofisika, Bapak Suko Prayitno Adi. Penghargaan diberikan atas penelitian yang berhasil berkontribusi terhadap pemantauan iklim dan studi kualitas udara. Penyerahan penghargaan dilaksanakan di Balai Besar Wilayah III Denpasar pada 19 April 2022. Dalam acara tersebut juga dipaparkan hasil penelitian yang meraih EU Star Award.

CTBTO merupakan organisasi Internasional yang memiliki mandatnya sebagai institusi yang mampu melakukan verifikasi atas uji coba senjata nuklir. Indonesia melalui BMKG telah bekerja sama dengan CTBTO. Bentuk implementasi dari perjanjian itu adalah pemasangan 6 stasiun seismik Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization (CTBTO) sejak 2002 silam. Keenam stasiun seismik ini dipasang di Kappang (Sulawesi Selatan), Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura. Sistem peralatan ini dikelola oleh BMKG untuk mendukung pengawasan uji coba nuklir dari wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara anggota perjanjian non-proliferasi nuklir dan telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah. Oleh karena itu, Indonesia berkewajiban ikut melakukan pemantauan uji coba nuklir melalui sistem monitor seismik yang dioperasikan BMKG.

Sekilas tentang EU Star Award

Keberadaan CTBTO memegang amanat The Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT) yang merupakan Traktat Internasional untuk melarang segala bentuk uji coba senjata nuklir di dunia baik untuk tujuan militer maupun untuk tujuan damai. Traktat CTBT telah ditandatangani oleh 185 negara. Saat ini CTBT telah diratifikasi oleh 172 negara, termasuk Indonesia. Traktat CTBT hingga saat ini masih belum berlaku karena masih terdapat 24 negara yang belum melakukan ratifikasi dan 11 negara belum menandatangani.

Untuk membangun dan memperkuat hubungannya dengan komunitas sains yang lebih luas dalam mendukung Traktat CTBT, CTBTO mengundang komunitas ilmiah internasional dalam konferensi secara berkala. Konferensi ilmiah multidisiplin ini mengajak para ilmuwan dan pakar dari berbagai teknologi verifikasi CTBT, dari lembaga nasional yang terlibat dalam pekerjaan CTBTO, hingga lembaga akademis dan penelitian independen. Anggota komunitas diplomatik, media internasional dan masyarakat sipil juga mengambil aktif terlibat.

Penghargaan EU Star Award diprakarsai oleh Delegasi Uni Eropa untuk Organisasi-organisasi Internasional di Wina, Austria, sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi ilmiah dan teknologi paling signifikan, yang relevan dengan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Senjata Nuklir (CTBT).

Konferensi ilmiah besar pertama CTBTO dilaksanakan tahun 2006 berjudul ‘Synergies with Science’. Penghargaan EU Star Award mulai diberikan pada tahun 2013. Berikut peraih penghargaan EU Star Award dari tahun 2013-2021.

  1. CTBT SnT 2013

Johan Camps (tengah) dari Belgian Nuclear Research Centre (Belgia) dengan judul penelitian Increasing the Sensitivity of the International Noble Gas Monitoring Network by Mitigating Radioxenon Releases from Radiopharmaceutical Facilities

  1. CTBT SnT 2015

Munkhsaikhan Adiya (kanan) dari Seismological Department, Institute of Astronomy and Geophysics, Mongolian Academy of Sciences, Ulaanbaatar (Mongolia) dengan judul penelitian Seismic Swarm near the Capital of Mongolia Investigated Using Double Difference Tomography

  1. CTBT SnT 2017

Sylvain Topin (kanan) dari Commissariat à l’énergie atomique et aux énergies alternatives (CEA) (Prancis) dengan judul penelitian SPALAX-New Generation: Deployment, Operation and Performances

  1. CTBT SnT 2019

Paolo Tristan Cruz (kanan) dari Philippine Nuclear Research Institute (PNRI), Quezon City (Philipina) dengan judul penelitian Assessment of temporal variations of natural radionuclides Beryllium-7 and Lead-212 in surface air in Tanay, Philippines

  1. CTBT SnT 2021

I Putu Dedy Pratama, Pande Komang Gede Negara, Putu Eka Tulistiawan dan I Ketut Sudiarta dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia dengan judul penelitian Nyepi Day Impact on Weather Parameters Measurement at Synoptic Observation Stations in Bali.

Dikarenakan kondisi pandemi, maka Untuk CTBT SnT 2021 para peserta konferensi tidak dapat bertemu sehingga sistem penilaian dilakukan berdasarkan keputusan tim panelis ilmiah dan voting dari peserta. Hasil penelitian mereka dapat diakses melalui tautan berikut: https://conferences.ctbto.org/event/7/contributions/803

Penelitian BMKG sebagai Pemenang EU Star Award 2021

Nyepi sebenarnya merupakan bentuk perayaan tahun baru yang dilaksanakan dengan cara yang unik. Satu Pulau menghentikan aktivitas selama 24 jam dengan aturan Catur Brata Penyepian yang terdiri dari amati geni (tidak menyalakan api dan lampu), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang). Namun, ada pengecualian untuk sektor-sektor tertentu yang diperbolehkan beraktivitas tanpa keluar ruangan.

Momen ini sangat baik untuk dilakukan beberapa penelitian terkait berkurangnya aktivitas manusia terutama di sebuah kota yang padat penduduk. Penelitian saintifik Nyepi masih berkisar pada kualitas udara saat Nyepi seperti pengukuran urban heat island oleh Badriah (2014), konsentrasi karbon monoksida oleh Aprilina, & Aldrian (2016), dan parameter debu total akibat aktivitas manusia oleh Nuraini, dkk., (2019). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut memanfaatkan momen hari raya Nyepi dengan tetap mematuhi aturan dari Catur Brata Penyepian.

Peningkatan aktivitas manusia menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara. Salah satu istilah untuk menjelaskan pengaruh suhu udara akibat aktivitas manusia adalah pulau bahang perkotaan yang pertama kali dikemukakan oleh Luke Howard pada tahun 18185. Pulau bahang perkotaan merupakan fenomena iklim mikro di daerah perkotaan dimana suhu udara perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Suhu kota umumnya lebih tinggi antara 10-30 C dibandingkan daerah pedesaan4.

Penelitian ini menggunakan hari Nyepi untuk mengukur pengaruhnya terhadap perubahan pengukuran parameter cuaca di Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh Nyepi terhadap perbandingan suhu rata-rata harian terhadap lama penyinaran matahari serta kelembaban udara rata-rata harian pada empat stasiun sinoptik di Bali. Data yang digunakan adalah suhu udara rata-rata harian, lama penyinaran matahari, dan kelembaban udara rata-rata tahun 1999-2020 pada hari raya Nyepi. Sebagai perbandingan, penulis menggunakan data 2 hari sebelum dan sesudah Nyepi.

Berdasarkan data 22 tahun di empat titik lokasi (gambar 3), diperoleh bahwa suhu udara pada rentang 5 hari berfluktuasi dan menunjukkan tren penurunan suhu rata-rata harian selama Nyepi untuk semua stasiun. Tren suhu saat Nyepi untuk empat stasiun pengamatan sinoptik di Bali menunjukan terjadi penurunan suhu rata-rata harian saat Nyepi dari tahun 1999 sampai 2020 dengan tren bervariasi. Penurunan tren suhu yang paling signifikan terjadi di Stasiun Klimatologi Jembrana dengan nilai -0,0491. Menurut rumus Braak3, setiap kenaikan ketinggian 100 meter terjadi penurunan suhu sebesar 0,60 C. Berdasarkan ketinggian dengan selisih ketinggian 90 meter suhu di Kahang-kahang lebih rendah 0,50 C dibandingkan tiga stasiun sinoptik lainnya. Namun, pada kenyataannya perbedaan suhu antara Kahang- kahang dan Denpasar mencapai ±20 C. Kondisi ini disebabkan oleh efek pulau bahang perkotaan yang meningkatkan suhu di wilayah kota Denpasar.

Untuk tren cenderung landai terjadi di Stasiun Geofisika Denpasar dengan nilai -0,0089. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata harian, pengaruh Nyepi hanya terlihat di Stasiun Meteorologi Ngurah Rai sebagai peningkatan. Baik rasio suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata terhadap sinar matahari pada saat Nyepi, 2 hari sebelum dan sesudah Nyepi menunjukkan bahwa rasio terendah terjadi di Stasiun Geofisika Denpasar, Stasiun Meteorologi Ngurah Rai, dan Stasiun Klimatologi Jembrana. Dampak paling signifikan terhadap pengukuran sinoptik suhu udara rata-rata dan kelembaban saat Nyepi terjadi di Stasiun Geofisika Denpasar dan tidak ada dampak Nyepi di Pos Pengamatan Karangasem.

Penutup

“Sebuah kehormatan bagi saya menyerahkan EU Star Award kepada tim peneliti BMKG Bali yang luar biasa. Penelitian mereka berkontribusi bagi pemantauan iklim  serta memberikan kita gambaran mengenai kualitas udara perkotaan dan bagaimana kita dapat meningkatkannya melalui langkah-langkah efektif. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya sains dan penelitian dalam menentukan langkah untuk menjawab tantangan terkait isu kesehatan masyarakat, lingkungan hidup dan pertumbuhan yang berkelanjutan,“ ujar Duta Besar Piket kepada rekan-rekan peneliti BMKG. Duta Besar juga menyatakan harapannya agar riset yang telah dilakukan dapat memberikan kontribusi dalam menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas udara di kawasan perkotaan demi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Referensi

  1. Aprilina, K., Badriah, I. U., Aldrian, E., (2016). Hubungan Antara Konsentrasi Karbon Monoksida (Co) dan Suhu Udara Terhadap Intervensi Antropogenik (Studi Kasus Nyepi Tahun 2015 di Provinsi Bali), Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 17 No. 1, http://dx.doi.org/10.31172/jmg.v 17i1.397
  2. Badriah, I. U., (2014). Indikasi Berhentinya Urban Heat Island (Suhu) di Bali Saat Nyepi. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 15 No. 3, http://dx.doi.org/10.31172/jmg.v 15i3.218
  3. Braak C., (1928). The Climate of The Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn. Meteor.Observe. Batavia, nr. 14. pp. 192.
  4. Hanif, M., & Nofrizal, A. Y., (2017). Hubungan Perkembangan Lahan Terbangun Perkotaan Dengan Fenomena Ikli Mikro Urban Heat Island. Jurnal Spasial, Vol. 3, No. 4, hal. 23-29.
  5. Mills, G. (2008). Luke Howard and The Climate of London. Weather. 63. 153 – 157. 10.1002/wea.195.
  6. Nuraini, T. A., Satyaningsih, R., Permana, D. S., Anggraeni, R., Aldrian, E., (2019). Comparison of Total Suspended Particulate (TSP) Measurement in Urban and Suburban Areas of Bali during Nyepi Day 2015. Forum Geografi, 33(2), DOI: 10.23917/forgeo.v33i2.8670
  7. https://www.ctbto.org

I Putu Dedy Pratama

PMG Muda – Stasiun Geofisika Denpasar
checkmate_mail@yahoo.co.id