Memahami Potensi, Mitigasi, dan Sistem Informasi Gempabumi Tsunami Di Indonesia

Memahami Potensi, Mitigasi, dan Sistem Informasi Gempabumi Tsunami Di Indonesia

Kejadian gempabumi merusak dan gempabumi disertai tsunami telah banyak terjadi di Indonesia. Bencana gempabumi dan tsunami akan terus terulang dengan waktu yang tidak dapat diperkirakan. Ketika terjadi gempabumi secara terus menerus ataupun gempabumi besar yang disertai dengan gempabumi susulan dalam jumlah yang banyak, masih banyak masyarakat yang bertanya apakah fenomena tersebut berindikasi akan ada aktivitas gempabumi berkekuatan besar. Selain itu banyak juga masyarakat yang langsung mengungsi setelah merasakan guncangan gempabumi kuat. Kejadian-kejadian seperti ini di kalangan masyarakat mengharuskan setiap individu untuk memahami gempabumi secara sederhana, mengetahui cara evakuasi mandiri, dan cepat tanggap akan informasi gempabumi-tsunami. Informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami akan disebarluaskan kepada institusi terkait seperti BNPB, BPBD, TNI dan POLRI, serta Pemerintah Daerah. Institusi-institusi inilah yang akan mengambil keputusan membuat arahan kepada masyarakat berdasarkan informasi dari BMKG, sehingga perlu membangun jalur/rantai komunikasi kepada masyarakat.

Terjadinya gempabumi tektonik disebabkan adanya pelepasan energi secara tiba-tiba sebagai akibat dari pergerakan lempeng/kerak Bumi. Wilayah Indonesia secara umum tepat berada pada tiga batas lempeng utama dunia. Pertama, Lempeng Eurasia yang merupakan Lempeng tempat wilayah Indonesia berada dan bergerak ke bawah (arah Selatan). Kedua, Lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah Selatan wilayah Indonesia dan bergerak ke atas (arah Utara). Ketiga, Lempeng Pasifik yang berada di Timur Indonesia (Papua) bergerak ke arah Barat. Ketiga Lempeng tersebut terus bergerak setiap saat. Pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia tepat berada di sepanjang pesisir barat Sumatera dan pesisir selatan Jawa, Bali, NTT, kemudian berbelok ke arah utara hingga Maluku sebelah selatan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Pasifik yang berada di utara Pulau Papua. Jalur pertemuan antar lempeng tersebut dikenal sebagai jalur subduksi.

Tiga Lempeng dunia yang bergerak terus menekan wilayah Indonesia menyebabkan hampir di seluruh daerah di Indonesia mempunyai jejak patahan/sesar baik di darat maupun di laut. Di Indonesia terdapat sekitar 267 segmen sesar/patahan yang telah teridentifikasi nama dan parameternya (sumber : PUSGEN, 2017). Setiap segmen sesar/patahan yang telah teridentifikasi tersebut memiliki potensi untuk menyebabkan terjadinya gempabumi dengan magnitudo maksimum yang bervariasi dari 6 hingga 8. Wilayah pesisir yang berada pada jalur subduksi dan jalur sesar/patahan laut termasuk daerah rawan gempabumi dan tsunami yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara ‘ring of fire’ (cincin api).

Pergerakan Lempeng Struktur bumi terdiri dari beberapa lapisan yaitu inti Bumi, mantel, dan kerak Bumi. Inti Bumi yang merupakan inti dalam mempunyai struktur yang cair dan sangat panas hingga mencapai suhu sekitar 6.000 (enam ribu) derajat celcius. Panas dari dalam inti Bumi menggerakkan partikel-partikel batuan yang ada di sekitarnya termasuk partikel batuan penyusun lapisan di atasnya yaitu Mantel, sehingga terjadi arus konveksi di lapisan Mantel. Arus konveksi tersebut menyebabkan kerak Bumi terpecah-pecah menjadi lempeng-lempeng yang bergerak secara terus menerus. Proses peristiwa seperti ini dapat dilihat pada air mendidih. Pertemuan Lempeng dan dorongan panas dari inti Bumi juga menyebabkan munculnya  gunung berapi di Indonesia . Partikel batuan penyusun Mantel dan Kerak Bumi terus menerus menerima panas. Ada saat dimana ketika batuan tersebut tidak dapat menerima tekanan panas lagi, maka batuan akan retak/patah dan melepaskan energi sehingga menyebabkan guncangan di permukaan, yang dikenal sebagai gempabumi, dengan kekuatan magnitudo tertentu. Pergerakan lempeng yang terjadi secara terus menerus menyebabkan gempabumi terjadi setiap saat, namun ada gempabumi yang guncangannya dirasakan dan ada gempabumi yang guncangannya tidak dirasakan di permukaan.

Sama halnya dengan pergerakan Lempeng, sesar/patahan juga bergerak secara terus menerus setiap saat. Oleh karena hal tersebut, peristiwa gempabumi tektonik tidak dapat diprediksi waktu terjadinya. Pelepasan energi secara tiba-tiba oleh Lempeng dan sesar/patahan tercatat sebagai gempabumi dengan kekuatan/magnitudo yang beragam dari kecil hingga besar. Suatu sesar/patahan yang sering menyebabkan gempabumi dengan magnitudo yang kecil (M=1 hingga M=3) di suatu daerah memberikan arti bahwa tekanan atau energi dilepaskan secara perlahan-lahan, dan hal ini lebih bagus karena kecil kemungkinan untuk terjadi gempabumi besar. Lain halnya dengan sesar/patahan yg sangat jarang menyebabkan gempabumi, karena tekanan atau energi akan terkumpul hingga mencapai maksimum, sehingga ketika energi tersebut akan terlepas tercatat sebagai gempabumi dengan magnitudo yang besar. Setelah gempabumi besar terjadi, akan diikuti oleh gempabumi susulan yang magnitudonya lebih kecil. Gempabumi susulan yang terjadi ada yang dirasakan oleh masyarakat dan ada juga yang tidak dirasakan. Rentetan kejadian gempabumi susulan dalam jumlah yang banyak setelah terjadi gempabumi besar adalah hal yang wajar, untuk menghabiskan sisa energi hinga sesar/patahan kembali pada posisi normalnya. Setiap sesar/patahan memiliki karakteristik batuan penyusun yang berbeda-beda di setiap daerah.

Upaya Mitigasi (Pengurangan Resiko) Akibat Gempabumi

Peristiwa gempabumi tidak dapat dihindari kejadiannya di Indonesia, dan tidak dapat pula dipungkiri jika semua daerah di Indonesia memiliki potensi yang sama untuk terjadi gempabumi dan tsunami. Sekali lagi yang perlu diketahui bersama bahwa potensi bukanlah prediksi. Sampai saat ini belum ada satupun teknologi yang dapat memprediksi secara tepat dan akurat waktu kapan, dimana serta kekuatan gempabumi akan terjadi. Gempabumi tidak mematikan tetapi dampak akibat gempabumi yang bisa menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Jika gempabumi besar (magnitudo lebih besar dari 7) terjadi di laut, akan menimbulkan tsunami dan jika gempabumi besar (magnitudo lebih besar dari 5) terjadi di darat, akan menimbulkan kerusakan yang parah pada bangunan, sehingga dampak inilah yang akan menimbulkan korban jiwa.

Terjadinya gempabumi tidak dapat dicegah, tetapi dampak dari gempabumi dapat dicegah dan dihindari. Salah satu diantaranya pemerintah daerah harus mengetahui daerah-daerah yang rawan terjadi gempabumi, sehingga ada larangan untuk tidak membangun sarana perkantoran dan sarana publik masyarakat di daerah itu. Tetapi kalaupun harus tetap membangun di tempat itu, maka bangunan harus tahan terhadap guncangan gempabumi. Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang memiliki ruang terbuka yang cukup di setiap sisinya serta bahan penyusun bangunan ringan. Rumah panggung yang terbuat dari papan menjadi contoh yang baik untuk bangunan tahan gempa. Untuk mencegah gelombang tsunami sampai jauh ke daratan, maka diperlukan setidaknya menanam pohon-pohon mangrove atau membangun breakwater di pinggir pantai sebagai pemecah gelombang. Proses evakuasi mandiri juga sangat diperlukan ketika merasakan guncangan gempabumi yang sangat keras.

Ketika berada di dalam ruangan sebaiknya berlindung di bawah meja, jauhi jendela atau berdiri di dekat kolom bangunan (sisi bangunan yang kuat/pojokan) untuk menghindari runtuhan dari atas. Kunci utamanya adalah jangan panik, dan jika guncangan sudah mereda/berkurang segera berlari ke luar rumah menuju ke tempat yang lapang, hindari bangunan tinggi dan tiang listrik. Ketika sedang berada di pinggir pantai dan merasakan guncangan seperti berayun dalam waktu yang lama serta melihat air laut yang tiba-tiba surut maka segera berlari menuju tempat yang lebih tinggi. Tsunami sebagai dampak dari gempabumi tidak hanya terjadi ketika pusat gempa di laut. Pusat gempa di darat tepatnya di pesisir pantai bisa menyebabkan longsoran bawah laut. Hal ini juga dapat memicu terjadinya gelombang tsunami menuju daratan. Gempabumi juga dapat menimbulkan kebakaran (akibat panik saat rasa gempa sehingga lupa mematikan api atau listrik), tanah longsor, dan jalanan retak.

Sistem Informasi Gempabumi-Tsunami dan Peran BMKG

BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) sebagai lembaga yang salah satu tugasnya memonitoring kejadian gempabumi tentu berusaha dengan maksimal dalam mencegah dampak akibat gempabumi. Pemetaan jalur-jalur sesar/patahan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam pembangunan sarana dan prasarana. Penambahan jumlah sensor perekam getaran yang terus dilakukan di beberapa daerah untuk memaksimalkan monitoring kejadian gempabumi. Pengadaan perangkat WRS-NewGen (Warning Receiver System New-Generation),  yaitu suatu sistem penerima peringatan gempabumi dan tsunami. Perangkat ini menampilkan informasi secara real time (berkelanjutan) tentang gempabumi yang terjadi di setiap daerah di Indonesia serta memberikan peringatan dini tsunami. WRS-NewGen diletakkan di kantor BPBD setiap kota/kebupaten dengan maksud agar BPBD dan pemerintah daerah setempat cepat tanggap akan peringatan. Kegiatan sosialisasi ke masyarakat juga terus dilakukan.

Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) adalah salah satu kegiatan sosialisasi berupa simulasi/pelatihan dengan kasus ketika terjadi gempabumi besar dan berpotensi menimbulkan tsunami. Kegiatan tersebut diikuti oleh aparat terkait, seperti tentara, polisi, SAR, dan tentunya BPBD, serta media, kepala desa/lurah dan guru. Diharapkan dari beberapa perwakilan tersebut mampu menjadi penggerak dalam rantai pemberian informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami kepada masyarakat. Salah satu contoh adalah BPBD yang merupakan institusi yang memiliki hak untuk mengeluarkan perintah evakuasi di daerah. BPBD harus mempunyai standar operasional prosedur (SOP) ketika menerima informasi peringatan dini gempabumi-tsunami dari BMKG yang telah dibagi menjadi 4 model informasi peringatan dini.

Ketika terjadi gempabumi dengan magnitudo M≥5.0, BMKG mendiseminasikan informasi gempabumi dalam waktu 3-5 menit setelah terjadinya gempabumi berupa parameter gempabumi (waktu, lokasi, kekuatan, dan kedalaman), shakemap (peta guncangan), dan narasi info gempabumi. Jika gempabumi yang terjadi tersebut berpotensi tsunami, maka 5 menit setelah gempabumi, BMKG mengeluarkan Peringatan Dini Tsunami 1 (PDT1) yang terdiri dari parameter gempabumi, daerah yang terancam tsunami, level ancaman (awas, siaga, dan waspada), serta estimasi waktu tiba. Dalam kurun waktu dikeluarkannya PDT1 oleh BMKG, diharapkan pemerintah daerah menerima peringatan (PDT1) tersebut dan memiliki kewenangan untuk pengambilan keputusan untuk evakuasi atau tidak dan memberikan arahan ke masyarakat berisiko. BMKG kemudian mengeluarkan Peringatan Dini Tsunami 2 (PDT2) yang berisi perbaikan/pemutakhiran parameter gempabumi dan estimasi status ancaman serta estimasi waktu tiba tsunami. Selama waktu dikeluarkannya PDT1 dan PDT2, masyarakat diharapkan mempunyai respon cepat tanggap terhadap peringatan dari BMKG dan arahan dari pemerintah daerah.

Peringatan Dini Tsunami 1 dan Peringatan Dini Tsunami 2 merupakan informasi berdasarkan pemodelan. 10 menit setelah terjadi gempabumi, dikeluarkan Peringatan Dini Tsunami 3 (PDT3) yang berisi informasi hasil observasi tide gauge dan perbaikan/pemutakhiran status ancaman tsunami. PDT3 bisa dikeluarkan beberapa kali berdasarkan hasil observasi tide gauge di beberapa lokasi atau daerah yang terancam. Peringatan Dini Tsunami 3 (PDT3) akan terus berlaku selama paling lama dua jam setelah terjadi gempabumi. Jika dalam kurun waktu dua jam tersebut tide gauge tidak menunjukkan adanya  perubahan muka air laut lagi, maka BMKG akan mengeluarkan Peringatan Dini Tsunami 4 (PDT4) yang berisi pernyataan peringatan dini tsunami berakhir (ancaman tsunami berakhir).

Kegiatan SLG (Sekolah Lapang Gempabumi) telah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Dalam kegiatan ini dilakukan pelatihan kesiapsiagaan dalam bentuk gladi di dalam ruangan (Table Top Exercise), pembahasan pembentukan manajemen rencana kedaruratan bencana gempabumi dan tsunami, serta susur jalur evakuasi pada daerah yang berpotensi terjadi tsunami berdasarkan model skenario gempabumi-tsunami yang telah dibuat oleh BMKG. Susur jalur dimaksudkan untuk menentukan tempat evakuasi sementara dan tempat evakuasi akhir yang tepat berdasarkan peta rawan tsunami yang telah dibuat. Selain itu masyarakat juga dapat dengan mudah mengenali jalur untuk evakuasi mandiri. Pemasangan papan informasi di tempat rawan tsunami juga dilakukan pada kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG).

Pembentukan manajemen rencana kedaruratan suatu daerah dilakukan oleh tim siaga bencana gempabumi dan tsunami, yaitu tim yang dapat bersiap 24 jam dalam 7 hari untuk mengaktivasi rencana kedaruratan bila terjadi gempabumi dan tsunami. Tim siaga bencana memiliki tugas untuk : (1) mengidentifikasi resiko gempabumi dan tsunami; (2) menyusun dan mengkoordinir rencana evakuasi; (3) menerima dan menyebarluaskan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami; (4) menjaga keamanan saat terjadi gempabumi dan tsunami; (5) sebagai koordinator kesehatan saat terjadi gempabumi dan tsunami; (6) sebagai koordinator dalam memastikan kesiapan logistik saat terjadi gempabumi dan tsunami.

Tim siaga bencana ini akan disusun dalam sebuah struktur organisasi, yang terdiri dari penanggung jawab tim kesiapsiagaan, tim diseminasi, tim evakuasi, tim keamanan, tim kesehatan, tim logistik, dan tim. Masing-masing tim tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya. Penanggung jawab bertanggung jawab atas semua tim yang ada dalam struktur organisasi tim siaga bencana. Tim kesiapsiagaan mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai koordinator dalam sosialisasi kesiapsiagaan, koordinator dalam penyusunan kajian risiko, koordinator dalam penyusunan peta rawan bencana, peta evakuasi, dan jalur evakuasi. Tim diseminasi mempunyai tugas pokok dan fungsi memonitoring informasi potensi bahaya, mendiseminasikan informasi potensi bahaya dan pengakhiran potensi bahaya.

Tim evakuasi mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai koordinator proses evakuasi saat terjadi potensi bahaya, bersama tim kesiapsiagaan ikut melakukan penyusunan peta dan jalur evakuasi. Tim keamanan bertugas sebagai koordinator keamanan peralatan peringatan dini, dan sebagai koordinator keamanan saat terjadi potensi bahaya. Tim kesehatan bertugas sebagai koordinator kesehatan saat bencana. Tim logistik bertugas sebagai koordinator logistik saat bencana. Tim pelaporan dampak bertugas sebagai koordinator untuk melakukan pendataan dan pelaporan dampak bencana gempabumi dan tsunami, baik korban maupun tingkat kerusakan bangunan. Melalui kegiatan SLG dapat dibentuk suatu kelompok Tim Siaga Bencana Gempabumi dan Tsunami pada Desa atau Kelurahan.

Tinggal di wilayah Indonesia menjadi suatu tantangan untuk selalu waspada gempabumi dan tsunami. Satu hal yang perlu kita semua pahami bahwa gempabumi berpotensi untuk terjadi di setiap daerah di Indonesia, tetapi tidak dapat diprediksi waktu (kapan) dan lokasi (dimana) terjadinya, serta kekuatannya. Tetap waspada dan jangan panik. Evakuasi mandiri dan cepat tanggap informasi sangat diperlukan. Kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi juga sangat diharapkan dapat dilaksanakan setiap tahun agar sosialisasi dan pelatihan peran stakeholder dan masyarakat dapat tersampaikan dengan baik.

Penutup

Pemahaman tentang informasi gempabumi dan tsunami perlu untuk ditingkatkan bagi masyarakat kita, hal ini penting mengingat kejadian gempa bumi dan tsunami sangat sering terjadi dan kejadiannya berulang. Dengan peningkatan pemahaman tentang gempa bumi dan cara mitigasinya maka hal ini akan sangat membantu dalam meminimalkan korban akibat kejadian gempabumi dan tsunami.

BMKG sebagai Lembaga yang diberikan kewenangan dalam memberikan informasi gempabumi dan tsunami harus selalu siap dalam memberikan informasi dengan lengkap, cepat dan tepat kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih siaga, dan bertindak manakala terjadi gempabumi dan tsunami.

Referensi

  1. http://www.bmkg.go.id
  2. https://bpbd.ntbprov.go.id/pages/gempa-bumi
  3. https://kaltimtoday.co/6-gempa-bumi-paling-dahsyat-yang-pernah-terjadi-di-indonesia/
  4. https://ucmp.berkeley.edu/education/calandscape/session3/plateteccycle.html)

 

Imanuela Indah Pertiwi

PMG Ahli Muda
Stasiun Geofisika Kendari