Bukan Hanya untuk Swasta: Kajian Corporate Entrepreneurship dapat diimplementasikan di Lingkungan BMKG
- Dr. Achmad Supandi, S.Kom, MMSI (Ketua Tim BMKG Corpu & Knowledge Management)
- Arlif Nabilatur Rosyidah (Widyaiswara Ahli Pertama)
Pendahuluan
Konsep corporate entrepreneurship (CE) selama ini lebih dikenal di sektor swasta sebagai pendekatan untuk mendorong inovasi, adaptasi, dan pengambilan risiko dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif. Namun, esensi CE—yaitu semangat kewirausahaan dalam organisasi—sangat relevan diterapkan di sektor publik, termasuk di BMKG. Dalam menghadapi tuntutan layanan yang presisi, cepat, dan berbasis data lintas sektor seperti pertanian, penerbangan, dan kebencanaan, CE dapat menjadi pendekatan strategis untuk mempercepat transformasi kelembagaan.
CE memungkinkan BMKG mengembangkan layanan yang lebih relevan dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis, seperti krisis iklim, kemajuan teknologi, dan tuntutan publik terhadap transparansi. Melalui CE, organisasi dapat memetakan peluang, mengembangkan solusi sebelum masalah muncul, serta memperkuat kemampuan berinovasi dalam penyediaan informasi MKG. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi pengamatan, tetapi juga inovasi layanan yang sesuai kebutuhan pengguna.
Penerapan CE di BMKG bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan menumbuhkan budaya kerja yang proaktif, inovatif, dan berani mengambil risiko terukur. Budaya ini akan membawa BMKG menjadi lembaga modern yang responsif, memanfaatkan teknologi, mendengarkan pengguna, dan menciptakan layanan bernilai tambah. Dengan CE sebagai filosofi kerja, BMKG tidak lagi sekadar menjadi penyedia data, melainkan menjadi motor penggerak inovasi dan mitra strategis pembangunan nasional.
Relevansi CE bagi BMKG: BMKG Corporate University (CORPU)
Menurut Morris, Kuratko & Covin (2011), CE mencakup lima dimensi utama: inovasi, proaktivitas, pengambilan risiko, otonomi, dan agresivitas kompetitif. Kelima dimensi ini sangat relevan dalam mendukung peran BMKG sebagai lembaga penyedia layanan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika berbasis teknologi dan data sains.
Sejalan dengan semangat inovasi tersebut, BMKG telah membentuk Corporate University (CORPU) sebagai wadah pembelajaran organisasi yang berkelanjutan. Namun, agar implementasi CORPU tetap relevan dan berdampak, perlu dilakukan assessment menyeluruh untuk mengetahui sejauh mana efektivitasnya dalam membentuk budaya pembelajar dan inovator di BMKG.
CORPU BMKG sendiri telah berjalan cukup lama dan secara kelembagaan diatur dalam Peraturan Kepala BMKG Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi SDM BMKG. Pada visi CORPU versi 2.1 yang tercantum dalam halaman 60 peraturan tersebut, ditegaskan bahwa CORPU BMKG bertujuan menjadi penggerak budaya pembelajaran dan inovasi. Ini menjadi dasar penting untuk mengukur kesesuaian antara visi, implementasi, dan capaian saat ini. Implementasi BMKG Corpu ini berlandaskan pada UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, disebutkan dalam pasal 203 ayat (4a) bahwa Pengembangan Kompetensi SDM dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (Corporate University) (Supandi & Haryanto, 2020). Adanya BMKG Corpu di PPSDM MKG ini juga merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari proses end to end manajemen talenta yang mengorganisasikan fungsi human capital management, strategic learning development dan manajemen operasional SDM, serta optimalisasi fungsi pendidikan dan pelatihan. Melalui pendekatan pembelajaran terintegrasi ini, BMKG tidak hanya berfokus pada peningkatan kapasitas individu, tetapi juga memastikan bahwa setiap proses pembelajaran selaras dengan arah strategis organisasi (Supandi, 2021).
Kunci sukses BMKG Corpu mencakup: (1) dukungan penuh pimpinan tinggi BMKG, (2) keterkaitan pembelajaran dengan strategi dan visi misi BMKG (linked learning), (3) pembangunan budaya belajar, (4) pengembangan Knowledge Management System (KMS), (5) komunikasi intensif dengan dewan, komite, dan mitra pembelajar, serta (6) tim yang solid dan sinergis sejak tahap awal pembangunan.
Implementasi CORPU di BMKG serta Tantangannya
Transformasi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (PPSDM MKG) menuju BMKG Corporate University (Corpu) merupakan langkah strategis dalam membangun budaya organisasi pembelajar. Agar transformasi ini berhasil, diperlukan tiga pilar utama. Pertama, pengembangan kompetensi SDM menjadi kewajiban mendasar sebagai alat strategis untuk mencapai tujuan organisasi dan target kinerja individu. Kedua, perlu adanya implementasi program pembelajaran yang berdampak tinggi, yang tidak hanya meningkatkan kinerja individu, tetapi juga memberi kontribusi nyata terhadap pencapaian kinerja organisasi. Ketiga, diversifikasi metode pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi digital perlu dioptimalkan agar proses pembelajaran lebih adaptif, menarik, dan relevan dengan tantangan zaman (Supandi, 2021).
![]() ![]() |
|
| Gambar 1. Contoh Agenda BMKG CORPU: Community of Practices: sekolah lapang iklim dan sekolah lapang nelayan | |
Salah satu komponen kunci dalam transformasi ini adalah penguatan forum pembelajaran sebagai sarana peningkatan kapasitas ASN BMKG. Forum ini tidak berdiri sendiri, melainkan dibangun berdasarkan hasil Asesmen Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) yang mampu merancang program pelatihan secara terarah dan aplikatif sesuai tujuan strategis BMKG. Variasi pelatihan yang disusun meliputi pengembangan kompetensi teknis (hard skills) dan non teknis (soft skills), mulai dari pelatihan operasional hingga manajerial. Dengan pendekatan yang menyeluruh ini, forum pembelajaran telah menjadi salah satu praktik unggulan dalam implementasi BMKG Corpu, sebagaimana ditekankan dalam penelitian Supandi & Fitriany (2024) yang menyoroti pentingnya membangun ASN yang profesional dan adaptif.

Gambar 2. Penyelenggaraan Sekolah Lapang Iklim (SLI) serta dampaknya sejak 2011-204

Gambar 3. Dampak penyelenggaraan Sekolah Lapang Iklim pada petani untuk produktivitas tanaman
Namun, meskipun konsep Corporate University memiliki potensi besar dalam pengembangan SDM, implementasinya di lingkungan pemerintah tidaklah tanpa tantangan. OECD (2021) mengidentifikasi beberapa hambatan umum di organisasi publik, antara lain budaya birokrasi yang masih kaku, struktur insentif yang tidak mendukung inovasi, serta terbatasnya ruang untuk eksperimentasi. Dalam konteks BMKG, tantangan-tantangan tersebut juga dapat ditemukan. Beberapa kendala yang menonjol antara lain terbatasnya anggaran fleksibel untuk mendukung kegiatan inovatif, belum tersedianya sistem penghargaan formal bagi ASN yang mengajukan atau merealisasikan ide-ide baru, serta masih minimnya pelatihan yang secara khusus membekali ASN dengan keterampilan inovatif dan kreatif.
Untuk itu, agar implementasi BMKG Corpu dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan asesmen menyeluruh terhadap efektivitas pelaksanaannya. Asesmen ini dapat mencakup evaluasi terhadap hasil pelatihan, efektivitas forum pembelajaran, kesiapan infrastruktur digital pembelajaran, serta dukungan struktural dan budaya organisasi terhadap semangat inovasi. Dengan langkah ini, BMKG dapat memastikan bahwa transformasi menuju Corporate University bukan sekadar formalitas, melainkan benar-benar memberikan dampak terhadap kualitas layanan publik dan peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh.
Metode-metode Asesmen pada Implementasi Corporate Entrepreneurship
Terdapat berbagai metode untuk mengukur kesiapan dan kapasitas organisasi dalam mengadopsi corporate entrepreneurship. Beberapa metode tersebut antara lain:
- Survei Internal dan Eksternal:
- Internal: Mengukur persepsi karyawan tentang inovasi, dukungan manajemen, sumber daya, dan toleransi risiko.
- Eksternal: Memahami persepsi pasar, peluang, dan membandingkan praktik dengan pesaing.
- Focus Group Discussion (FGD): Diskusi kualitatif kelompok kecil untuk menggali hambatan, pendorong inovasi, dan ide baru yang tak terungkap survei.
- Competency Mapping: Mengidentifikasi kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) esensial untuk kewirausahaan korporat. Hasilnya digunakan untuk pelatihan dan pengembangan.
- Model Evaluasi Khusus (CEAI): Instrumen terstruktur untuk mengukur dimensi kewirausahaan korporat seperti budaya, struktur, strategi, proses, dan dukungan manajemen. Memberikan skor atau profil kekuatan dan kelemahan.
Dari metode-metode yang ada, CEAI menjadi salah satu instrumen yang menonjol. CEAI dikembangkan untuk mengukur sejauh mana organisasi mendukung aktivitas kewirausahaan internal melalui enam dimensi utama:
- Manajemen dan struktur organisasi
- Sistem penghargaan dan insentif
- Kebebasan dan otonomi
- Waktu yang dialokasikan untuk inovasi
- Toleransi terhadap risiko dan kegagalan
- Dukungan manajemen atas ide-ide baru
Keunggulan CEAI terletak pada pendekatannya yang holistik dan berbasis data. Dengan CEAI, organisasi dapat mengidentifikasi hambatan struktural, budaya, dan kebijakan yang menghalangi munculnya inovasi.
CEAI adalah instrumen survei organisasi yang dirancang untuk mengidentifikasi persepsi karyawan terhadap faktor-faktor organisasi yang memengaruhi kemunculan dan keberhasilan inisiatif kewirausahaan di dalam struktur organisasi yang ada.
Model ini menilai 5 dimensi kunci:
| Dimensi CEAI | Makna |
| Manajemen Dukungan (Management Support) | Sejauh mana pimpinan mendukung dan mendorong ide-ide baru serta memberi ruang bagi eksperimen. |
| Bebas Hambatan Birokrasi (Work Discretion) | Tingkat kebebasan dan otonomi pegawai dalam pengambilan keputusan terkait pekerjaan dan inovasi. |
| Penghargaan & Penguatan (Rewards/Reinforcement) | Apakah inovasi dihargai dan ada sistem pengakuan atas kontribusi kreatif. |
| Waktu Ketersediaan (Time Availability) | Apakah pegawai memiliki waktu yang cukup untuk mengejar ide-ide baru di luar tugas rutin. |
| Batasan Organisasi (Organizational Boundaries) | Kejelasan peran dan kebijakan yang mendorong eksplorasi ide tanpa membatasi kreativitas secara kaku. |
(Sumber: Kuratko et al., 1990; Hornsby et al., 2002)
Rancangan Asesmen CEAI di BMKG
Untuk mengimplementasikan Corporate Entrepreneurship Assessment Instrument (CEAI) di BMKG, diperlukan rancangan assessment yang komprehensif dan terstruktur. Rancangan ini akan menjadi panduan dalam mengevaluasi kondisi internal organisasi terkait kewirausahaan korporat.
A. Tujuan Asesmen:
- Menilai kesiapan internal BMKG dalam menerapkan prinsip corporate entrepreneurship: Penilaian ini akan mencakup evaluasi terhadap struktur organisasi, kebijakan, proses, sumber daya manusia, dan budaya yang mendukung atau menghambat semangat kewirausahaan di dalam organisasi. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi area kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan area kelemahan yang memerlukan perbaikan.
- Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendorong budaya inovasi: Melalui assessment ini, BMKG akan dapat memahami elemen-elemen yang menghambat munculnya ide-ide baru, eksperimen, dan pengambilan risiko, serta elemen-elemen yang mendorong dan memfasilitasi inovasi. Ini termasuk analisis terhadap pola komunikasi, penghargaan, dukungan manajemen, dan ketersediaan sumber daya untuk inisiatif inovatif.
B. Tahapan Assessment:
- Persiapan dan sosialisasi: Tahap awal ini sangat krusial untuk memastikan pemahaman dan partisipasi seluruh unit kerja. Penjelasan tujuan assessment yang jelas dan transparan akan diberikan kepada seluruh stakeholder di BMKG, dari level manajemen hingga staf pelaksana. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui forum pertemuan, workshop, atau komunikasi internal lainnya untuk membangun kesadaran dan komitmen.
- Distribusi kuesioner CEAI: Kuesioner CEAI akan didistribusikan kepada seluruh responden yang representatif dari berbagai lapisan organisasi. Responden ini akan dipilih berdasarkan stratifikasi yang mencerminkan keragaman fungsi dan level di BMKG. Kuesioner akan menggunakan skala Likert untuk mengukur tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan responden terhadap berbagai pernyataan terkait corporate entrepreneurship dan budaya inovasi. Skala Likert memungkinkan pengukuran persepsi dan sikap secara kuantitatif.
- Analisis data: Data yang terkumpul dari kuesioner akan dianalisis menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif akan melibatkan analisis statistik untuk mengidentifikasi tren, korelasi, dan perbedaan signifikan antar kelompok responden. Sementara itu, metode kualitatif (misalnya melalui wawancara mendalam atau focus group discussion dengan sampel responden) akan digunakan untuk memperkaya interpretasi data kuantitatif, menggali insights lebih dalam, dan memahami konteks di balik angka. Kombinasi kedua metode ini akan memberikan gambaran yang holistik dan mendalam.
- Diskusi hasil dan rekomendasi: Setelah analisis data selesai, hasil assessment akan didiskusikan secara komprehensif dengan berbagai pihak terkait di BMKG. Diskusi ini bertujuan untuk memvalidasi temuan, mengidentifikasi akar masalah, dan merumuskan rekomendasi strategis yang relevan. Berdasarkan hasil diskusi, akan disusun laporan assessment yang merinci temuan, interpretasi, serta rekomendasi tindak lanjut yang konkret dan terukur.
C. Keluaran yang Diharapkan:
- Peta budaya inovasi BMKG saat ini: Keluaran ini akan berupa representasi visual atau deskriptif yang menggambarkan kondisi aktual budaya inovasi di BMKG. Peta ini akan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terkait inovasi, serta menyoroti area-area yang memerlukan perhatian khusus untuk peningkatan.
- Rekomendasi strategis untuk memperkuat corporate entrepreneurship melalui penguatan CORPU: Berdasarkan temuan assessment, akan dirumuskan serangkaian rekomendasi strategis yang berfokus pada penguatan kapasitas corporate entrepreneurship di BMKG. Rekomendasi ini akan mengintegrasikan peran Corporate University (CORPU) sebagai agen perubahan utama dalam menanamkan nilai-nilai kewirausahaan, mengembangkan kompetensi inovasi, dan membangun ekosistem yang mendukung corporate entrepreneurship.
Kesimpulan
Corporate Entrepreneurship (CE), yang berfokus pada inovasi dan pengambilan risiko, sangat relevan diterapkan di BMKG meskipun umumnya dikenal di sektor swasta. Penerapannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dengan menumbuhkan budaya kerja yang proaktif, inovatif, dan berani mengambil risiko terukur, mengubah BMKG menjadi lembaga yang responsif dan mitra strategis pembangunan.
BMKG Corporate University (CORPU) menjadi wadah penting untuk semangat inovasi ini, sejalan dengan visi CORPU untuk menjadi penggerak budaya pembelajaran dan inovasi. Meskipun memiliki potensi besar, implementasi CORPU di BMKG menghadapi tantangan seperti birokrasi kaku, insentif yang minim, dan kurangnya pelatihan inovatif.
Untuk mengoptimalkan implementasi CORPU, asesmen menyeluruh diperlukan. Salah satu metode yang menonjol adalah Corporate Entrepreneurship Assessment Instrument (CEAI), yang mengukur dukungan organisasi terhadap kewirausahaan internal melalui dimensi seperti manajemen, penghargaan, otonomi, waktu, dan toleransi risiko. Rancangan asesmen CEAI di BMKG mencakup persiapan, distribusi kuesioner, analisis data kuantitatif dan kualitatif, serta diskusi hasil untuk menghasilkan peta budaya inovasi dan rekomendasi strategis guna memperkuat CE melalui CORPU. CEAI adalah alat strategis untuk menilai dan mendorong kesiapan BMKG dalam membangun budaya inovasi melalui pendekatan corporate entrepreneurship, menjadikan BMKG lebih adaptif, kreatif, dan unggul.
Daftar Pustaka
BMKG. (2023). Rencana Strategis BMKG 2020–2024. Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Hornsby, J. S., Kuratko, D. F., & Zahra, S. A. (2002). Middle managers’ perception of the internal environment for corporate entrepreneurship: Assessing a measurement scale. Journal of Business Venturing, 17(3), 253–273. https://doi.org/10.1016/S0883-9026(00)00059-8
Kuratko, D. F., Montagno, R. V., & Hornsby, J. S. (1990). Developing an intrapreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment. Strategic Management Journal, 11(Special Winter Issue), 49–58. https://doi.org/10.1002/smj.4250110506
Kuratko, D. F. (2015). Entrepreneurship: Theory, Process, and Practice (10th ed.). Cengage Learning.
Morris, M. H., Kuratko, D. F., & Covin, J. G. (2011). Corporate Entrepreneurship & Innovation (3rd ed.). South-Western Cengage Learning.
Supandi, A. (2021). Pendekatan Inovatif dalam Pengembangan Kompetensi SDM dan Peningkatan Kinerja Organisasi. HUMAN CAPITAL DEVELOPMENT PLAN DALAM PERSPECTIVE BMKG CORPORATE UNIVERSITY, 54–61.
Supandi, A. (2021). STRATEGI PENINGKATAN ORGANISASI PEMBELAJAR. Media Pusdiklat BMKG.
Supandi, A., & Fitriany, A. A. (2024). Designing The Government Institution Performance Accountability System Implementation Using Soft Systems Methodology Approach, Study at The BMKG Indonesia. Jurnal Scientia, 13(03), 1056–1074.
Supandi, A., & Haryanto, E. (2020). Peran Corporate University dalam Pengembangan Kompetensi SDM Berdaya Saing Global. PERSPEKTIF BARU DALAM PENINGKATAN IMPLEMENTASI AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH YANG OPTIMAL (STUDI KASUS MENUJU BMKG CORPORATE UNIVERSITY), 48–54.
OECD. (2021). Toolkit for innovation in the public sector. Organisation for Economic Co-operation and Development. Retrieved from https://www.oecd.org/gov/innovative-government/toolkit/

