Madona, M.Si
Pendahuluan
Perubahan ekonomi global dan tantangan dalam mewujudkan pembangungan berkelanjutan menuntut perlunya transformasi paradigma dalam tata kelola pemerintah dan pembangunan masyarakat. Isu keberlanjutan juga menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional di Indonesia, terutama dalam upaya mencapai Sustainble Development Goals (SDGs) pada tahun 2030. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Salah satu inovasi yang muncul dalam kerangka pembangunan berkelanjutan adalah socio-entrepreneurship yang berperan sebagai solusi dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial melalui kegiatan ekonomi yang inovatif dan berkelanjutan. Socio-entrepreneurship melibatkan pelibatan aktor-aktor masyarakat dalam membangun solusi sosial yang berkelanjutan, dan memerlukan adanya peran aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, dalam mewujudkan ekosistem yang kondusif.
Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak semata-mata bertugas menjalankan fungsi teknis, melainkan juga memegang peran strategis sebagai pembuat regulasi, fasilitator, dan pendorong utama dalam percepatan pembangunan nasional berkelanjutan. Sebagai elemen penting dalam struktur birokrasi negara, ASN bertanggung jawab dalam merumuskan kebijakan, mengawal pelaksanaannya, serta menjamin efektivitas dan efisiensi program-program sosial, termasuk yang mendukung pengembangan socio-entrepreneurship.
Dalam perspektif pengembangan kompetensi, peran ASN sebagai regulator dalam bidang socio-entrepreneurship menjadi komponen strategis dalam membangun ekosistem berkelanjutan yang menyelaraskan dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu, penyusunan program-program pengembangan kompetensi yang tepat, inovatif, dan responsif terhadap perubahan menjadi kunci dalam memperkuat kapasitas ASN untuk merancang kebijakan yang mendorong pemberdayaan masyarakat serta mendukung pertumbuhan usaha sosial secara berkelanjutan.
Lebih jauh, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa regulasi yang dibuat tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga mampu mendorong implementasi nyata di lapangan, serta mampu mengakomodasi dinamika sosial dan ekonomi di masyarakat. Sehingga peran ASN harus mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya berlaku secara formal, tetapi juga mampu menginspirasi dan memotivasi seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan melalui sosio-entrepreneurship.
Socio-Entrepreneurship
Istilah socio-entrepreneiur mungkin tidak terlalu asing bagi ASN. Namun, apakah setiap ASN benar-benar mengetahui secara pasti definisi dan esensi socio-entrepreneurship itu sendiri, khususnya dalam konteks implementasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemahaman yang utuh menjadi penting agara ASN tidak hanya mengenal istilah tersebut secara konseptual, tetapi juga mampu mengintegrasikannya ke dalam perumusan kebijakan, perencanaan program/kegiatan, dan pelayanan publik yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Secara etimologis, istilah ini berasal dari kata entrepreneur atau wirausahawan. Namun, berbeda dengan wirausahawan pada umumnya yang berfokus pada pencapaian keuntungan finansial, socio-entrepreneur lebih menitikberatkan pada upaya pemecahan masalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat melalui pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan.
Jika dianalogikan sebagai pembuat kapal, seorang entrepreneur adalah individu yang membangun kapal untuk berlayar sejauh mungkin guna meraih keuntungan dan kesuksesan pribadi. Sebaliknya, seorang socio-entrepreneur membangun kapal untuk membantu pihak lain yang belum memiliki sarana berlayar, sekaligus menciptakan sistem pelatihan dan dukungan agar setiap individu memiliki kemampuan merancang serta mengendalikan kapal secara mandiri. Analogi ini mencerminkan esensi socio-entrepreneurship, yaitu keberlanjutan, kemandirian, dan kepedulian terhadap kemajuan sosial secara kolektif.
Hal tersebut sejalan dengan berbagai regulasi yang menegaskan pentingnya integrasi socio-entrepreneurship dalam penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 menegaskan peran strategis ASN dalam pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat, sementara Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan sesuai prinsip kewirausahaan sosial. Permen PAN-RB Nomor 38 Tahun 2017 memperkuat kebutuhan kompetensi sosial-kultural dan manajerial ASN, dan RPJMN 2025–2029 yang menekankan transformasi sosial melalui pemberdayaan komunitas dan UMKM sosial sebagai bagian dari ekosistem pembangunan berkelanjutan.
Peran ASN sebagai Regulator dalam Socio-Entrepreneurship
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai komponen utama birokrasi memiliki peran strategis sebagai regulator dalam ekosistem socio-entrepreneurship. Fungsi regulator ini mencakup penyusunan kebijakan, pengawasan, dan perlindungan terhadap pelaku sosial ekonomi. Regulasi yang tepat akan memberikan kepastian hukum dan saling menguntungkan bagi semua pihak terkait.
Regulasi yang efektif mampu menciptakan iklim usaha sosial yang kondusif melalui peraturan yang mendukung inovasi, perlindungan hak-hak komunitas, serta insentif bagi pelaku socio-entrepreneurship. Sebagai contoh, ASN di lingkungan penyelenggaraan pengembangan kompetensi dapat merancang kebijakan pelatihan yang mendorong integrasi nilai-nilai kewirausahaan sosial ke dalam kurikulum pelatihan, seperti pelatihan kepemimpinan maupun pelatihan teknis. Melalui kebijakan ini, ASN tidak hanya menyusun standar kompetensi yang relevan, namun juga memfasilitasi pengembangan ekosistem pembelajaran melalui pendekatan kolaborasi lintas sektor yang mempertemukan kepentingan berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, pelaku usaha sosial, akademisi, dan komunitas lokal. Pendekatan ini memperkuat peran ASN sebagai regulator transformatif dalam mendukung pembangunan sosial yang berkelanjutan dan inklusif.
Salah satu wujud nyata implementasi ASN sebagai regulator socio-entrepreneurship dalam pengembangan kompetensi adalah perancangan pelatihan tematik yang tidak hanya membekali peserta dengan keterampilan teknis di bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MKG), tetapi juga mendorong pemanfaatan data MKG untuk menjawab permasalahan sosial secara inovatif. Selain itu, adanya kolaborasi lintas sektor antara instansi pemerintah, akademisi, dan komunitas lokal menjadi elemen penting dalam mendukung keberhasilan pelatihan. Kolaborasi ini tidak hanya memperluas perspektif peserta, tetapi juga menciptakan ruang praktik nyata dalam mengembangkan solusi berbasis data MKG yang aplikatif dan berdampak sosial. Melalui pendekatan ini, ASN tidak hanya berperan sebagai pelaksana pelatihan, tetapi juga sebagai pengarah kebijakan yang menciptakan ekosistem pembelajaran yang inklusif, kontekstual, dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.
Salah satu contoh implementasi nyata adalah Training on Tsunami Community Preparedness yang telah diselenggarakan beberapa tahun lalu oleh PPSDM MKG bekerjasama dengan Kedeputian Bidang Geofisika BMKG, Ocean Teacher Global Academy (OTGA), dan tokoh lokal dalam Tsunami Ready Community di Lebak Banten. Pelatihan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kapasitas teknis peserta dalam memahami dan menerapkan 12 indikator Tsunami Ready, tetapi juga bagaimana mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam membangun budaya sadar bencana di tingkat komunitas. Dalam pelaksanaannya, ASN berperan sebagai perancang materi pelatihan, fasilitator kolaborasi lintas sektor, serta penggerak inisiatif pemberdayaan masyarakat berbasis risiko kebencanaan. Pendekatan ini memperlihatkan bagaimana ASN dapat menjalankan fungsi strategis sebagai regulator sekaligus agen perubahan dalam menciptakan ekosistem kesiapsiagaan yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.
ASN memiliki peran kunci sebagai pengarah kebijakan dan fasilitator transformasi sosial yang mendorong tumbuhnya socio-entrepreneurship. Melalui kebijakan yang inklusif, kolaboratif, dan berorientasi pada keberlanjutan, ASN dapat menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi sosial, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan ekonomi yang berkeadilan.

Dokumentasi penyelenggaraan Training on Tsunami Community Preparedness yang diselenggarakan pada 4-11 Desember 2022.